Indonesia adalah negeri dengan kekayaan kuliner yang luar biasa. Dari sabang sampai merauke, tiap daerah memiliki sajian khas yang tidak hanya lezat, tetapi juga kaya akan nilai sejarah dan budaya. Salah satu kuliner tradisional yang menarik untuk disorot adalah kue nopia, kudapan manis nan unik yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah. Kue ini bukan hanya camilan biasa, tapi simbol dari kearifan lokal yang bertahan di tengah arus modernisasi. Putera Mentari Rent Car mengulas kuliner Banyumas yang istimewa ini.

Asal Usul Kue Nopia

Kue nopia berasal dari wilayah Banyumas, terutama terkenal di daerah seperti Sokaraja dan Purwokerto. Nama “nopia” dipercaya berasal dari bahasa lokal, meski tidak ada catatan pasti mengenai asal katanya. Yang jelas, kue ini sudah eksis sejak zaman kolonial Belanda dan menjadi bagian dari budaya kuliner masyarakat Banyumas.

Awalnya, kue ini dibuat oleh warga keturunan Tionghoa yang menetap di wilayah tersebut. Teknik pemanggangan dalam tungku tanah liat merupakan adaptasi dari cara membuat mooncake, kue khas dalam budaya Tionghoa. Namun seiring waktu, masyarakat lokal mengadaptasi teknik dan bahan-bahannya hingga lahirlah kue nopia dengan cita rasa yang khas Jawa.

Bentuk dan Ciri Khas

Kue nopia memiliki bentuk bulat seperti bola, dengan ukuran kecil hingga sedang, kira-kira sebesar bola pingpong. Bagian luarnya keras dan renyah, namun bagian dalamnya berisi adonan manis—biasanya dari campuran gula merah dan bahan lain yang telah dimasak hingga mengental. Warna kulit nopia cenderung putih pucat atau kecokelatan, tergantung lama pemanggangan.

Salah satu ciri khas unik dari nopia adalah suara “ketukan” saat digigit—karena kulit luarnya cukup keras. Meski demikian, bagian dalamnya sangat lembut dan lumer di mulut. Kombinasi inilah yang membuat kue ini disukai lintas generasi.

Proses Pembuatan yang Tradisional

Proses pembuatan nopia masih mempertahankan cara-cara tradisional. Adonan kulit dibuat dari campuran tepung terigu dan sedikit air, tanpa pengembang. Isian gula merah dimasak terlebih dahulu hingga kental dan harum. Setelah itu, adonan kulit diisi, dibentuk bulat, lalu dipanggang dalam tungku tanah liat yang disebut “genthong”.

Tungku ini dipanaskan dari luar dan nopia ditempelkan di dinding bagian dalam. Metode ini mirip dengan cara memanggang roti naan di India. Proses pemanggangan ini memerlukan keahlian tersendiri agar kue matang merata dan tidak gosong.

Karena proses yang telaten dan nyaris tidak berubah sejak zaman dahulu, banyak yang menganggap nopia sebagai simbol ketekunan dan kesabaran masyarakat Banyumas.

Varian Rasa dan Inovasi Modern

Seiring perkembangan zaman, nopia pun mengalami berbagai inovasi, terutama dalam varian rasa. Jika dahulu hanya dikenal satu jenis isian yaitu gula merah, kini tersedia berbagai pilihan seperti:

  • Cokelat

  • Keju

  • Kacang hijau

  • Durian

  • Susu

  • Pandan

Tidak hanya itu, kini tersedia pula versi mini dari nopia, yang disebut mini nopia atau bahkan nopia krispi—yaitu versi nopia dengan kulit lebih tipis dan renyah. Inovasi ini membuat nopia semakin diterima oleh generasi muda dan bahkan masuk ke pasar oleh-oleh di luar Jawa Tengah.

Beberapa produsen nopia juga sudah memanfaatkan kemasan modern, membuat kue ini layak dijadikan buah tangan untuk wisatawan domestik maupun mancanegara.

Filosofi dan Nilai Budaya

Kue nopia bukan sekadar makanan ringan. Di balik bentuknya yang sederhana, tersimpan filosofi tentang kesederhanaan dan kekuatan dari dalam. Kulit luar yang keras mencerminkan tantangan hidup, sementara isi manis di dalam mengingatkan bahwa di balik kesulitan, selalu ada kebahagiaan.

Masyarakat Banyumas juga kerap menyajikan nopia dalam berbagai acara tradisional seperti pernikahan atau slametan. Ini menunjukkan bahwa nopia memiliki tempat khusus dalam budaya lokal dan menjadi bagian dari identitas kuliner masyarakat setempat.

Potensi Ekonomi dan Pariwisata

Dengan semakin berkembangnya tren wisata kuliner, kue nopia memiliki peluang besar untuk dikenal lebih luas. Beberapa UMKM di Banyumas dan sekitarnya telah berhasil memasarkan nopia hingga ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Bahkan, ada yang menjual secara daring melalui e-commerce.

Jika dipadukan dengan strategi branding dan kemasan yang menarik, nopia bisa menjadi produk unggulan ekspor, serupa dengan mochi dari Jepang atau baklava dari Timur Tengah. Pemerintah daerah pun telah mendorong pelestarian kue ini melalui festival kuliner dan pelatihan UMKM.

Tips Menikmati Nopia

Untuk pengalaman terbaik, cobalah menyantap nopia dengan:

  • Teh panas atau kopi pahit untuk menyeimbangkan rasa manis.

  • Disajikan hangat setelah dipanaskan sebentar di oven.

  • Dibawa saat perjalanan jauh sebagai camilan praktis.

Karena daya tahan yang cukup lama (bisa sampai beberapa minggu jika disimpan baik), nopia sangat cocok dijadikan oleh-oleh untuk keluarga atau teman.

Berburu Kuliner Banyumas Bersama Sewa Mobil Surabaya

Kue nopia adalah contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat bertahan dan beradaptasi di tengah perubahan zaman. Dari proses pembuatan yang tradisional hingga inovasi rasa yang modern, kue ini terus hidup sebagai simbol budaya dan kuliner Banyumas.

Sebagai masyarakat Indonesia, mengenal dan melestarikan makanan seperti nopia bukan hanya soal rasa, tapi juga bentuk apresiasi terhadap sejarah, warisan, dan identitas kita. Jadi, jika Anda berkesempatan mencicipi nopia, ingatlah: Anda tidak hanya menikmati camilan, tapi juga sepotong kecil cerita dari masa lalu yang terus hidup hingga hari ini.

Sewa mobil Putera Mentari siap mengantar Anda berkeliling Banyumas, dan mencicipi ragam kuliner lezatnya. Kami menyediakan kendaraan yang terbaru, dengan dikemudikan driver handal berpengalaman. Silahkan hubungi marketing kami, melalui telepon dan WhatsApp, dinomer 0821 2248 2134. sekarang juga.